Di Kota Tanjungbalai, akibat durhaka 
terhadap ibunya, seorang pemuda dikutuk menjadi sebuah daratan yang 
dikelilingi perairan, yakni Pulau Simardan.
Berbagai cerita masyarakat Kota Tanjungbalai, Simardan adalah anak wanita miskin dan yatim. Pada suatu hari, dia pergi merantau ke negeri seberang, guna mencari peruntungan.
Setelah beberapa tahun merantau dan tidak
 diketahui kabarnya, suatu hari ibunya yang tua renta, mendengar kabar 
dari masyarakat tentang berlabuhnya sebuah kapal layar dari Malaysia. 
Menurut keterangan masyarakat kepadanya, pemilik kapal itu bernama 
Simardan yang tidak lain adalah anaknya yang bertahun-tahun tidak 
bertemu.
Bahagia anaknya telah kembali, ibu 
Simardan lalu pergi ke pelabuhan. Di pelabuhan, wanita tua itu menemukan
 Simardan berjalan bersama wanita cantik dan kaya raya. Dia lalu memeluk
 erat tubuh anaknya Simardan, dan mengatakan, Simardan adalah anaknya. 
Tidak diduga, pelukan kasih dan sayang seorang ibu, ditepis Simardan. 
Bahkan, tanpa belas kasihan Simardan menolak tubuh ibunya hingga 
terjatuh.
Walaupun istrinya meminta Simardan untuk 
mengakui wanita tua itu sebagai ibunya, namun pendiriannya tetap tidak 
berubah. Selain itu, Simardan juga mengusir ibunya dan mengatakannya 
sebagai pengemis.
Berasal Dari Tapanuli
Sebelum terjadinya peristiwa tersebut, 
Pulau Simardan masih sebuah perairan tempat kapal berlabuh. Lokasi 
berlabuhnya kapal tersebut, di Jalan Sentosa Kelurahan Pulau Simardan 
Lingkungan IV Kota Tanjungbalai, kata tokoh masyarakat di P. Simardan, 
H.Daem, 80, warga Jalan Mesjid P. Simardan Kota Tanjungbalai.
Walaupun peristiwa tersebut terjadi di daerah Tanjungbalai, Daem mengatakan, Simardan sebenarnya berasal dari hulu Tanjungbalai atau sekitar daerah Tapanuli.
Hal itu juga dikatakan tokoh masyarakat 
lainnya, Abdul Hamid Marpaung, 75, warga Jalan Binjai Semula Jadi Kota 
Tanjungbalai. “Daerah asal Simardan bukan Tanjungbalai, melainkan di 
hulu Tanjungbalai, yaitu daerah Porsea Tapanuli,” jelasnya.
Menjual Harta Karun
Dari berbagai cerita atau kisah tentang 
legenda anak durhaka, biasanya anak pergi merantau untuk mencari 
pekerjaan, dengan tujuan merubah nasib keluarga.
Berbeda dengan Simardan, dia merantau ke Malaysia untuk menjual harta karun yang ditemukannya di sekitar rumahnya, kata Marpaung.
Berbeda dengan Simardan, dia merantau ke Malaysia untuk menjual harta karun yang ditemukannya di sekitar rumahnya, kata Marpaung.
“Simardan bermimpi lokasi harta karun. 
Esoknya, dia pergi ke tempat yang tergambar dalam mimpinya, dan memukan 
berbagai macam perhiasan yang banyak,” tutur Marpaung. Kemudian, 
Simardan berencana menjual harta karun yang ditemukannya itu, dan 
Tanjungbalai merupakan daerah yang ditujunya. Karena, jelas Marpaung, 
berdiri kerajaan besar dan kaya di Tanjungbalai. Tapi setibanya di 
Tanjungbalai, tidak satupun kerajaan yang mampu membayar harta karun 
temuan Simardan, sehingga dia terpaksa pergi ke Malaysia. “Salah satu 
kerajaan di Pulau Penang Malaysialah yang membeli harta karun tersebut. 
Bahkan, Simardan juga mempersunting putri kerajaan itu,” ungkapnya.
Berbeda dengan keterangan Marpaung, 
menurut H.Daem, tujuan Simardan pergi merantau ke Malaysia untuk mencari
 pekerjaan. Setelah beberapa tahun di Malaysia, Simardan akhirnya 
berhasil menjadi orang kaya dan mempersunting putri bangsawan sebagai 
isterinya.
Matahari Terbenam di sudut Pulau Simardan
Malu
Setelah berpuluh tahun merantau, Simardan
 akhirnya kembali ke Tanjungbalai bersama isterinya. Kedatangannya ke 
Tanjungbalai, menurut Daem, untuk berdagang sekaligus mencari 
bahan-bahan kebutuhan. Kalau menurut Marpaung, Simardan datang ke 
Tanjungbalai dilandasi karena tidak memiliki keturunan. Jadi atas saran 
orang tua di Malaysia, pasangan suami isteri itu pergi ke Tanjungbalai. 
Lebih lanjut dikatakan Marpaung, berita kedatangan Simardan di 
Tanjungbalai disampaikan masyarakat kepada ibunya. Gembira anak semata 
wayangnya kembali ke tanah air, sang ibu lalu mempersiapkan berbagai 
hidangan, berupa makanan khas keyakinan mereka yang belum mengenal 
agama. “Hidangan yang disiapkan ibunya adalah makanan yang diharamkan 
dalam agama Islam,” tutur Marpaung.
Dengan sukacita, ibu Simardan kemudian berangkat menuju Tanjungbalai bersama beberapa kerabat dekatnya. Sesampainya di Tanjungbalai, ternyata sikap dan perlakuan Simardan tidak seperti yang dibayangkannya.
Dengan sukacita, ibu Simardan kemudian berangkat menuju Tanjungbalai bersama beberapa kerabat dekatnya. Sesampainya di Tanjungbalai, ternyata sikap dan perlakuan Simardan tidak seperti yang dibayangkannya.
Simardan membantah bahwa orang tua 
tersebut adalah wanita yang telah melahirkannya. Hal itu dilakukan 
Simardan, jelas Marpaung, karena dia malu kepada isterinya ketika 
diketahui ibunya belum mengenal agama. “Makanan yang dibawa ibunya 
adalah bukti bahwa keyakinan mereka berbeda.”
Sementara menurut H. Daem, perlakuan kasar Simardan karena malu melihat ibunya yang miskin. “Karena miskin, ibunya memakai pakaian compang-comping. Akibatnya, Simardan tidak mengakui sebagai orangtuanya.”
Sementara menurut H. Daem, perlakuan kasar Simardan karena malu melihat ibunya yang miskin. “Karena miskin, ibunya memakai pakaian compang-comping. Akibatnya, Simardan tidak mengakui sebagai orangtuanya.”
Kera Putih dan Tali Kapal
Setelah diperlakukan kasar oleh Simardan,
 wanita tua itu lalu berdoa sembari memegang payudaranya. “Kalau dia 
adalah anakku, tunjukkanlah kebesaran-Mu,” begitulah kira-kira yang 
diucapkan ibu Simardan. Usai berdoa, turun angin kencang disertai ombak 
yang mengarah ke kapal layar, sehingga kapal tersebut hancur berantakan.
 Sedangkan tubuh Simardan, menurut cerita Marpaung dan Daem, tenggelam 
dan berubah menjadi sebuah pulau bernama Simardan.
Para pelayan dan isterinya berubah 
menjadi kera putih, kata Daem dan Marpaung. Hal ini disebabkan para 
pelayan dan isterinya tidak ada kaitan dengan sikap durhaka Simardan 
kepada ibunya. Mereka diberikan tempat hidup di hutan Pulau Simardan. 
“Sekitar empat puluh tahun lalu, masih ditemukan kera putih yang diduga 
jelmaan para pelayan dan isteri Simardan,” jelas Marpaung. Namun, akibat
 bertambahnya populasi manusia di Tanjungbalai khususnya di Pulau 
Simardan, kera putih itu tidak pernah terlihat lagi.
Di samping itu, sekitar tahun lima 
puluhan masyarakat menemukan tali kapal berukuran besar di daerah Jalan 
Utama Pulau Simardan. Penemuan terjadi, ketika masyarakat menggali 
perigi (sumur). Selain tali kapal ditemukan juga rantai dan jangkar, 
yang diduga berasal dari kapal Simardan, kata Marpaung.
“Benar tidaknya legenda Simardan, 
tergantung persepsi kita. Tapi dengan ditemukannya tali, rantai dan 
jangkar kapal membuktikan bahwa dulu Pulau Simardan adalah perairan.”
Di sebuah Dusun yang bernama Hau Napitu, Desa Buntu Maraja Kec.Bandar Pulau Kab.Asahan Propinsi Sumatera Utara,
 terdapat tugu yang menceritakan sekilas keberadaan Ibu dari Simardan, 
dan Tugu ini ,merupakan Tugu Peringatan dan Sekaligus tempat Ibu 
Simardan dikuburkan.Konon 
menurut orangtua di Desa ini bahwa Ibunda Simardan meninggal dunia dalam
 perjalanan menuju pulang ke Porsea setelah ia tidak di akui oleh 
Simardan sebagai Ibu Kandungnya.Dengan berjalan kaki puluhan kilometer 
dalam perjalan pulang inilah Ibunda Simardan tidak kuat lagi meneruskan 
perjalanan hingga ia meninggal di tengah perjalanannya.Atas
 inisiatif penduduk maka tempat di mana Ibunda Simardan meninggal, di 
bangunlah tugu di atas kuburannya kiranya peristiwa semacam itu menjadi 
peringatan bagi mereka yang suka memandang rendah orangtuanya dan selalu
 berbuat durhaka. Mari kita lihat tugu ini:
Tugu Simardan
Pada tugu ini tertera tulisan:
Sada tugu sejarah, ima inongni Simardan naturun sian porsea,manopoti ima Simardan di Tanjung Bale.Sahat ma i jabuni ni Simardan, i jou ma Simardan.Marbalosma Simardan dang inong songokko inokku.Anggo tung ima balosmu, mulak ma au tu Porsea.Sippulma hangoluanmu dison.
Kira-kira artinya:
Ini adalah sebuah tugu sejarah mengenai Ibundanya Simardan yang datang dari Porsea mendapatkan (akan mengunjungi) Simardan di Tanjung Balai.Tibalah ia di rumah Simardan dan dipanggillah Simardan.
Simardan membalas
” bukan Ibu macam kau ibuku”.
(lantas Ibunda Simardan berkata)
“Kalau itulah balasanmu, pulanglah aku ke Porsea, terikat lah hidupmu!!”
Finised 
Story By : Mazly ;) 
What is a good bet on a casino game with a jackpot?
BalasHapusThere are many 과천 출장안마 types of casino games. A game with a 서귀포 출장샵 progressive jackpot 이천 출장샵 is the simplest of them. 익산 출장안마 It is played by four or 경주 출장샵 more players.