Minggu, 07 Desember 2014

Cerita Wisataku Di Salah Namo Island Batu Bara




       Peristiwa Sumut Di Plabuhan Tanjung tiram - Batu Bara,
Sebuah Perjalanan Mengoak keindahan Pariwisata Kabupaten Batu Bara Di Mulai. dengan tas ransel berukuran sedang Saja berjinjit Hati-hati menaiki kapal atau bot yang akan membawa kami menyebrang ke destinasi wisata bahari andalan di batu Bara sumatra utara, Rasa tak sabar mulai bergrlora dan panas terik matahari seolah mengajak saya untuk bersyukur atas keindahan alam indonesia,
Pukul 06 : 30 kapal mulai bergerak, nakhodah mengarahkan laju kapal membelah lautan. Dan mata sayapun tak berhenti menata keindahan pantai yang terlihat begitu menggoda dari kejauhan, Beberapa burung camar terbang mengiringi kapal, kemudian ia menukik dan berhenti di atas gundukan pasir putih di tengah laut,, Saya langsung berkata,, Waow.... this is amazing, Wajah-wajah traveler berseri-seri mereka melepas senyum dan bahagia. It`s gonna be a nice trip.
    Satu jam perjalanan laut, Di kejahuan Pulau salah Nama memamerkan pesonanya. Gundukan berwarna hijau menutupi hampir keseluruhan pulau. Berbeda sekali dengan pulau Berhala yg sudah pernah saya kunjungi sewaktu saya masih duduk di bangku Sekolah dasar, Satu setengah jam kemudian kami tiba dan saat kapal mulai berlabuh, Tanpa sabar saya segera melompat dan menginjak kan kaki di pulau salah Namo I Wanna be the first person who stand on the white beach sand. :-D

     Selain Pulau Salah Nama ada juga pulau lain Yang bernama Pulau Pandang dan pulau datuk. Bila anda hendak kepulau pandang akan membutuhkan waktu 1 jam lg berlayar di tengah laut. Sayangnya pulau yang satu lagi yakni pulau Datuk kini telah di miliki pemerintah Malaysia menurut seorang bintara AL pulau itu dulu tidak memiliki setatus yang jelas. Sebagai pulau terluar, ketiganya memang rentan akan konflik. Belajar dari pengalaman yang sudah - sudah maka pemerintahan indonesia menempatkan marinir dan bintara di pulau tersebut untuk menjaga keamanan dan kedaulatan RI. :)

Asal Usul Pulau Salah Namo

    Tidak hanya anda, Tapi saya penduduk asli Batu bara juga sedikit heran dengan penamaan pulau kecil yang kini telah di kelolah sebagai resort oleh pemerintahan kabupaten Batu bara. Usut punya usut ternyata pemberian nama tersebut tidak lain karena bentuknya Maaf mirip dengan vagina. Penduduk Batu bara  yang dulu biasa melaut mencari ikan di sekitar, akhirnya memberikan nama yang merujuk pada istilah berbau tidak sopan. Lama kelamaan masyarakat berfikir ulang hingga mereka memutuskan untuk mengganti nama pulau yang indah tersebut dengan pulau Salah Namo karna saat pulau itu di temukan tidak cocok, menurut saya sedikit lucu juga, hehehe

observing time

                       https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhi2x9sy1vQjpVCXBUYIDiRI9WKUdLtX4MlaBt-sqfeKE8tBb0gO03216NlKOFUCDCsFSbFRUvcMBkkqYEkDf6SXPZdxZkx9JTnNhBAgLVaT36IYgBL9EBiTRuZYjLSh-Lv12id6Q7rYrQ/s1600/File0215.JPG
   both pandang and salah Namo island well known as best fishing spot in Batu bara. Tidak perlu heran jika melihat jumlah visitor kedua pulau tersebut adalah para wisatawan yang hobby memancing. Berhubung saya tidak tahu cara memancing dengan baik maka saya hanya bisa memandangi mereka, tak menunggu lama seorang pemancing mulai menarik dan menaklukkan ikan yang menyambar umpan mata pancingnya. Ia menggerahkan seluruh tenaganya seraya teriak kegirangan, sejenak saya berfikir " If I Were you" :-D
Se'ekor ikan berukuran besar menggantung, sinaran matahari memberikan efek alam, ikan tersebut terlihat seperti permata berkilauan.

sunrise moment

     Tepat pukul 06 :00 pagi kami mulai melangkahkan kaki menelusuri jalan setapak menuju titik tertinggi di pulau salah Namo. Perlahan tapi pasti sang surya mulai menampakkan diri di tengah anggunnya. Warna - warni alam terpampang jelas akibar sinar matahari, Laut di kejauhan terlihat seperti emas cair. And I Don't have much words to say, Thank god for you great creation. :)

     

                      https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhi2x9sy1vQjpVCXBUYIDiRI9WKUdLtX4MlaBt-sqfeKE8tBb0gO03216NlKOFUCDCsFSbFRUvcMBkkqYEkDf6SXPZdxZkx9JTnNhBAgLVaT36IYgBL9EBiTRuZYjLSh-Lv12id6Q7rYrQ/s1600/File0215.JPG            https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhi2x9sy1vQjpVCXBUYIDiRI9WKUdLtX4MlaBt-sqfeKE8tBb0gO03216NlKOFUCDCsFSbFRUvcMBkkqYEkDf6SXPZdxZkx9JTnNhBAgLVaT36IYgBL9EBiTRuZYjLSh-Lv12id6Q7rYrQ/s1600/File0215.JPG

     Setelah makan siang, dengan berat hati akhirnya kami bersiap pulang. Rasa enggan bergerak semakin menjadi- jadi takkala melihat birunya laut dan putihnya pasir sepanjang mata memandang. But we gotta go, this is the and of strip. Andai saja tersimpan keinginan teman-teman atau keluarga saya untuk berkunjung lagi suatu sa'at nanti. :) hai... Pulau Salah Namo, wait me back Salah Namo :-D :-D
  
                                                         finished   
Story By : Mazly ;)


Rabu, 08 Oktober 2014

Cerita Legenda Batu Belah Batu Bertangkup

Batu Belah Batu Bertangkup















Cerita Bangka Barat

    Ketika itu sebuah desa tak jauh dari pantai, kerimbun pohonnya masih lestari. Air sunyi masih mengalir jernih, gemercik air terdengar dicelah batu. Pada zaman dahulu, disebuah ladang yang agak semak ditumbuhi rumput liar. Di cakrawala awan tipis berarak perlahan-lahan, cicit burung terdengar bercanda lincah di pepohonan, sang bayu pun menerpa dengan leluasa. Tampak seorang ibu setengah baya bernama Delima Pauh sedang merumput dengan kedik, sekali-sekali membersihkan keringat yang telah membasahi wajahnya yang masih terlihat cantik itu. Meskipun dia kelihatan sudah agak letih, tetapi pekerjaan ini tetap dilakukan demi ke2 anaknya yang masih kecil. Si sulung bernama Bujang Laut dan berumur 12 thn. Si bungsu bernama Dewi Sukal berumur 3thn dan ayah mereka sudah lama meninggal.
Sang ibu terus saja bekerja dan merumput, serta tiada terasa begitu asiknya, tiba-tiba tangannya terhenti merumput karena ada seekor belalang kunyit yang begitu jinak merayap dirumput.
Setelah diambil, belalang tersebut kemudian disimpan didalam siding ( keranjang ) lalu dibawanya pulang kerumah. Sesampai dirumah, kedua anaknya pun meyambut sang ibu dengan riang gembira, tetapi sang ibu tetap merahasiakan atas penemuan belalang kunyit yang agak aneh tersebut. Maka pada malam harinya setelah sang ibu menidurkan ke2 anaknya, dibukalah siding tempat menyimpan belalang kunyit tadi dengan hati-hati.
Tiba-tiba menjelmalah belalang tadi menjadi seorang pemuda gagah dan tampan seraya memperkenlakan diri bernama Megat Mambang Dewa. Dari perkenalan yang relative singkat it, tatapan mereka beradu, menerpa dinding hati, menyelusuri pembuluh nadi hingga menggetarkan sinar-sinar cinta yang romantic.
Keesokan harinya ketika hendak berangkat keladang, sang ibu berpesan kepada ke2 anaknya supaya siding yang disimpan itu jangan dibuka. Kemudian si anak bertanya dengan penasaran, tetapi si ibu tetap ngotot agar siding tersebut jangan dibuka lantas si anak mengangguk setuju. Setelah si ibu pergi, kedua bocah cilik tersebut merasa ingin tahu, lalu dibukalah tutup siding tersebut perlahan-lahan dan dilihatnya ada seekor belalang. Si bungsu pun kegirangan dan seraya berkata kepada kakaknya agar membakar belalang tersebut, tetapi sang kakak menolak, maka si adik menangis meronta-ronta hingga tak bisa dibujuk. Tiada jalan bagi sang kakak selain menuruti kemauan adiknya. Kemudian dibakarlah sebelah kaki belalang tadi, tetapi si adik minta kaki yang satu lagi dan akhirnya minta dibakar keseluruhannya.
Belalang habis dibakar dan dimakan adiknya, maka pulanglah sang ibu dari ladang. Setelah mendapat penjelasan dari anaknya, sang ibu sangat kecewa sekali. Betapa tidak, karena belalang yang telah dibakar dan dimakan kedua anaknya adalah sang kekasihnya yang bila pada jam12 malam menjelma menjadi seorang pemuda dan ketika ke2 anaknya tertidur lelap, sang ibu pun memadu kasih dengan pemuda idamannya sampai fajar menyingsing.
Malam-malam indah dilalui begitu singkat. Kedua insane tersebut menelusuri pantai Kundi yang berpasir putih itu bergandengan begitu mesra. Semilir angin sepoi berhembus menerpa dedaunan pohon aru seakan menjadi saksi bisu betapa agung karat cinta yang terpatri di benak ke2 insan tersebut.
Diatas batu yang dihempas gelombang mereka duduk mencurhakan isi hati. Ketika itulah Meget Mambang Dewa menjelaskan dirinya yang sebenarnya bahwa dirinya adalah putra raja seberang yang dikutukmenjadi seekor belalangkarena menolak dikawinkan dengan wanita yang mencintainya dan dibuang kepulau ini. Kutukan tersebut bisa berakhir bila ada seorang wanita yang mencintainya dan bersedia kwin dengannya dengan persyaratan pada malam jumat lima belas hari bulan tepat jam 12 malam, ketika wujudnya menjelma menjadi manusia dan kelus ( bungkus )belalang yang ada dibakar dengan kemian putih. Itu adalah sumpahnya kata Meget Mambang Dewa kepada delima Pauh dan Delima Pauhmpun gembiranya tak terbayangkan menunggu tiga malam lagi. Bulan purnama ynag mengikrarkan janji setia bahwa cinta mereka hanya dipisahkan oleh kematian.
Namun apa hendak dikata, rencana tinggallah rencana. Takdir berkata lain. Betapa hancur nya hati sang ibu. Dengan derai air mata dia menyudahkan segalanya. Tinggal sekelumit kasihnya terhadap ke2 buah hatinya, sang ibu membuai anaknya sampai tertidur, kemudian membuat bubur seperiuk dan menyiapkan 14 daun simpur yang berbentuk limas, lalu diletakkannya dua buah ditengah rumah. Satu berisi bubur dan satu lagi berisi air susu. Kemudian pergilah sang ibu meninggalkan anaknya yang masih tertidur. Tiba-tiba sang anak terbangun dan mendapatkan seperti apa yang ditinggalkan ibunya di tengah rumah. Setelah dinikmatinya kedua bocah itu sadar bahwa ibunya akan meninggalkan mereka, maka bergegaslah mereka menyusul sang ibu. Kemudian sang anak berkata, “emak tunggulah kami, tunggu kami, adik kelaparan susu, kelaparan nasi.” Sang ibu tidak mendengar keluhan anaknya, lalu berkata pula, “batu belah batu bertangkup, tangkuplah aku…” Gesekan batu pun terdengar sampai tujuh kali, akhirnya san ibu ditangkup batu, hingga tujuh lembar rambutnya pun diambila anaknya buat kenang-kenangan. Dan kedua bocah cilik tersenbut meratap pilu bersama gemercik air, kemudian mereka pun berkelanan selaku anak yatim piatu.

Selesai
Story By : Mazly ;)

Senin, 06 Oktober 2014

Cerita Legenda Putri Hijau



Pada jaman dahulu kala, ketika Sultan Mukhayat Syah dari Aceh sedang beristirahat di mahligainya, tiba-tiba ia melihat cahaya hijau dari arah timur. Sultan segera memanggil wazirnya dan menanyakan apakah gerangan cahaya itu. Sang wazir juga ikut terkejut dan tidak dapat menjawab pertanyaan Sultan. Baru keesokan paginya diutuslah seorang kepercayaan Sultan agar menyelidiki cahaya itu. Hasil penyelidikan menyebutkan bahwa cahaya itu berasal dari tubuh Putri Hijau di Deli Tua.

Sultan Mukhayat Syah kemudian jatuh cinta, sekalipun Sultan belum pernah melihat wajah sang putri. la berhasrat ingin meminang putri. Barangkatlah ia menuju ke Deli diiringi oleh pengawal-pengawalnya.

Nah, siapakah Putri Hijau yang menawan hati Sultan Aceh itu? Konon menurut hikayat pada abad ke-15 di daerah Deli ada sebuah kerajaan, Gasip namanya. Kerajaan ini mempunyai perbatasan yang panjangnya dari Teluk Aru hingga sekitar Sungai Rokan. Kerajaan ini selalu mendapat saingan dari Kerajaan Aceh, yang pada waktu itu sedang sangat jaya. Untuk menghindari bencana lebih jauh, kerajaan ini memindahkan ibu negaranya jauh dari tepi pantai Selat Malaka. Kota yang baru itu diberi nama Deli Tua.

Ketika itu yang memerintah Kerajaan Deli ialah Sultan Sulaiman. Ketika beliau wafat, beliau maninggalkan tiga orang anak. Yang sulung bernama Mambang Jazid, yang kedua bernama Putri Hijau, dan yang terakhir bernama Mambang Khayali.

Putri Hijau adalah seorang wanita yang cantik wajahnya. la dinamakan Putri Hijau karena dari tubuhnya selalu memancarkan cahaya hijau, lebih-lebih jika ia sedang bermain di dalam taman pada waktu bulan purnama. Ketiga putra-putri Sultan Sulaiman ini dianggap rakyatnya sebagai penjelmaan dewa-dewa. Mereka dipuja sebagai orang-orang sakti.

Kini kita kembali kepada perjalanan Sultan Mukhayat Syah. Setibanya di Labuhan, Sultan segera mengirimkan utusan peminangan. Mambang Jazid mengajukan hasrat Sultan Aceh kepada Putri Hijau. Akan tetapi, Putri Hijau menolak lamaran Sultan Mukhayat Syah. Tentu saja Sultan Aceh amat marah. la merasa dihina.

Peperangan pun terjadilah. Banyak prajurit Aceh yang menjadi korban. Akhirnya, Perdana Menteri Aceh menemukan suatu tipu muslihat, yang dianggap akan dapat mengalahkan para prajurit Deli Tua. Tipu muslihat itu berupa penembakan uang ringgit ke arah kubu-kubu musuh, yang berupa rumpun bambu berduri yang rapat mengelilingi kota Deli Tua. Melihat uang-uang ringgit, rakyat Deli Tua tanpa pikir panjang lagi segera memotongi dan menebangi rumpun bambu berduri itu. Akibatnya, pertahanan kota Deli Tua menjadi hancur. Mereka sukar menahan serangan bala tentara Sultan Mukhayat Syah.



















Untuk menahan serangan selanjutnya, Mambang Khayali menjelmakan dirinya menjadi sebuah meriam yang dapat menembaki musuh. Namun, tatkala pertempuran sedang berlangsung dengan hebatnya, ia merasa amat haus. la minta minum kepada Putri Hijau, tapi permintaannya ditolak. Menurut Putri Hijau, hal itu dapat mencelakakan. Akibatnya merasa lemahlah sendi-sendinya, sementara ia terus memuntahkan meriamnya. Tiba-tiba tubuhnya patah menjadi dua. Kepala meriam terpental sampai ke Aceh, sedangkan bagian belakangnya tetap tinggal di Deli.

Mambang Jazid memperoleh firasat bahwa mereka akan kalah perang. la berpesan kepada Putri Hijau bahwa bila sang putri kelak ditawan oleh Sultan Aceh, sedapat mungkin ia memohon agar dapat dimasukkan ke dalam sebuah keranda kaca. Sebelum tiba di Aceh, tubuhnya tidak boleh disentuh oleh Sultan Aceh. Setibanya di Aceh ia harus memohon kepada Sultan agar memerintahkan rakyatnya membawa persembahan masing-masing sebutir telur ayam dan segenggam bertih (beras putih). Semua persembahan itu harus dionggokkan di tepi pantai. Setelah upacara selesai, onggokan itu harus dibuang ke laut. Pada saat itu Putri Hijau harus keluar dari keranda kacanya lalu membakar kemenyan sambil memanggil nama Mambang Jazid. Setelah meninggalkan pesan terakhir itu, gaiblah Mambang Jazid.

Putri Hijau dapat ditawan dan akan dibawa ke Kerajaan Aceh. Putri Hijau segera mengajukan syarat-syarat seperti yang dipesankan Mambang Jazid. Sultan Mukhayat Syah mengabulkannya. Kini Putri Hijau diboyong ke Aceh.

Di Aceh kapal baginda berlabuh di muka Tanjung Jambu Air. Sultan memerintahkan rakyatnya agar mengadakan upacara persembahan kepada Putri Hijau. Seluruh rakyat memenuhinya.

Sausai upacara, Putri Hijau terlihat keluar dari keranda kacanya. Dalam kepulan asap kemenyan, Putri Hijau menyebutkan nama kakaknya. Tiba-tiba turunlah angin ribut dan hujan lebat disertai halilintar, dan gulungan ombak yang amat dahsyatnya.

Dunia seakan-akan hampir kiamat. Tiba-tiba muncullah seekor naga raksasa dari dalam ombak dan langsung menuju ke kapal Sultan Aceh. Dihantamnya kapal itu dengan ekornya hingga kapal terbelah menjadi dua dan karam dengan segera. Sultan Mukhayat Syah selamat.

Dalam keadaan yang kacau itu, Putri Hijau segera kembali ke keranda kacanya sehingga pada waktu ombak menghantam kapal, ia dapat terapung-apung di atas laut. Sang Naga segera meluncur menghampiri keranda itu lalu mengangkatnya dengan kepalanya dan dibawanya ke Selat Malaka. Gerakan itu amat cepatnya sehingga Sultan Aceh tidak dapat berbuat apa-apa. la hanya dapat termenung, merindukan, dan mengenangkan Putri Hijau yang sudah menjadi miliknya, tetapi terlepas lagi untuk selamanya.
                                                                         TAMAT
Story By : Mazly ;)

Minggu, 05 Oktober 2014

Cerita Legenda Danau Toba

Danau Toba


   Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup Seorang petani. Ia Seorang petani yang rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari hasil kerjanya yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi ia tetap memilih hidup sendirian. Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai. "Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar," gumam petani tersebut dalam hati. Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya.

 Petani itu bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar.
Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang menakjubkan. "Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan bersedia menemanimu jika kau tidak jadi memakanku." Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu. Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh ke tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah wujud menjadi Seorang gadis yang cantik jelita. "Bermimpikah aku?," gumam petani.
"Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata," kata gadis itu. "Namaku Puteri, aku tidak keberatan untuk menjadi istrimu," kata gadis itu Seolah mendesak. Petani itupun mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.
Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama petani tersebut. "Dia mungkin bidadari yang turun dari langit," gumam mereka. Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan ulet. Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani. "Aku tahu Petani itu pasti memelihara makhluk halus! " kata seseorang kepada temannya. Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.
Setahun kemudian, kebahagiaan Petan dan istri bertambah, karena istri Petani melahirkan Seorang bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka lupa diri. Putera tumbuh menjadi Seorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan bertiga dapat dimakannya sendiri.
Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu pekerjaan orang tua, ia selalu menolak. Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar bersabar atas ulah anak mereka. "Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita!" kata Petani kepada istrinya. "Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda memang Seorang suami dan ayah yang baik," puji Puteri kepada suaminya.
Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu. Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain bola. Petani menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya. "Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri ! Dasar anak ikan !," umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan itu.
Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau
Toba. Sedangkan pulau kecil di tengahnya dikenal dengan nama Pulau Samosir.

TAMAT
Story By : Mazly ;)

Sabtu, 04 Oktober 2014

Legenda Pulau Simardan Di Tanjung Balai


Berbagai kisah dan cerita tentang legenda anak durhaka. Di antaranya, Malin Kundang di Sumatera Barat yang disumpah menjadi batu, Sampuraga di Mandailing Natal Sumatera Utara yang konon katanya, berubah menjadi sebuah sumur berisi air panas.
Di Kota Tanjungbalai, akibat durhaka terhadap ibunya, seorang pemuda dikutuk menjadi sebuah daratan yang dikelilingi perairan, yakni Pulau Simardan.
Berbagai cerita masyarakat Kota Tanjungbalai, Simardan adalah anak wanita miskin dan yatim. Pada suatu hari, dia pergi merantau ke negeri seberang, guna mencari peruntungan.
Setelah beberapa tahun merantau dan tidak diketahui kabarnya, suatu hari ibunya yang tua renta, mendengar kabar dari masyarakat tentang berlabuhnya sebuah kapal layar dari Malaysia. Menurut keterangan masyarakat kepadanya, pemilik kapal itu bernama Simardan yang tidak lain adalah anaknya yang bertahun-tahun tidak bertemu.
Bahagia anaknya telah kembali, ibu Simardan lalu pergi ke pelabuhan. Di pelabuhan, wanita tua itu menemukan Simardan berjalan bersama wanita cantik dan kaya raya. Dia lalu memeluk erat tubuh anaknya Simardan, dan mengatakan, Simardan adalah anaknya. Tidak diduga, pelukan kasih dan sayang seorang ibu, ditepis Simardan. Bahkan, tanpa belas kasihan Simardan menolak tubuh ibunya hingga terjatuh.
Walaupun istrinya meminta Simardan untuk mengakui wanita tua itu sebagai ibunya, namun pendiriannya tetap tidak berubah. Selain itu, Simardan juga mengusir ibunya dan mengatakannya sebagai pengemis.
Berasal Dari Tapanuli
Sebelum terjadinya peristiwa tersebut, Pulau Simardan masih sebuah perairan tempat kapal berlabuh. Lokasi berlabuhnya kapal tersebut, di Jalan Sentosa Kelurahan Pulau Simardan Lingkungan IV Kota Tanjungbalai, kata tokoh masyarakat di P. Simardan, H.Daem, 80, warga Jalan Mesjid P. Simardan Kota Tanjungbalai.
Tanjungbalai, terletak di 20,58 LU (Lintang Utara) dan 0,3 meter dari permukaan laut. Sedangkan luasnya sekitar 6.052,90 ha dengan jumlah penduduk kurang lebih 144.979 jiwa (sensus 2003-red).
Walaupun peristiwa tersebut terjadi di daerah Tanjungbalai, Daem mengatakan, Simardan sebenarnya berasal dari hulu Tanjungbalai atau sekitar daerah Tapanuli.
Hal itu juga dikatakan tokoh masyarakat lainnya, Abdul Hamid Marpaung, 75, warga Jalan Binjai Semula Jadi Kota Tanjungbalai. “Daerah asal Simardan bukan Tanjungbalai, melainkan di hulu Tanjungbalai, yaitu daerah Porsea Tapanuli,” jelasnya.
Menjual Harta Karun
Dari berbagai cerita atau kisah tentang legenda anak durhaka, biasanya anak pergi merantau untuk mencari pekerjaan, dengan tujuan merubah nasib keluarga.
Berbeda dengan Simardan, dia merantau ke Malaysia untuk menjual harta karun yang ditemukannya di sekitar rumahnya, kata Marpaung.
“Simardan bermimpi lokasi harta karun. Esoknya, dia pergi ke tempat yang tergambar dalam mimpinya, dan memukan berbagai macam perhiasan yang banyak,” tutur Marpaung. Kemudian, Simardan berencana menjual harta karun yang ditemukannya itu, dan Tanjungbalai merupakan daerah yang ditujunya. Karena, jelas Marpaung, berdiri kerajaan besar dan kaya di Tanjungbalai. Tapi setibanya di Tanjungbalai, tidak satupun kerajaan yang mampu membayar harta karun temuan Simardan, sehingga dia terpaksa pergi ke Malaysia. “Salah satu kerajaan di Pulau Penang Malaysialah yang membeli harta karun tersebut. Bahkan, Simardan juga mempersunting putri kerajaan itu,” ungkapnya.
Berbeda dengan keterangan Marpaung, menurut H.Daem, tujuan Simardan pergi merantau ke Malaysia untuk mencari pekerjaan. Setelah beberapa tahun di Malaysia, Simardan akhirnya berhasil menjadi orang kaya dan mempersunting putri bangsawan sebagai isterinya.

Matahari Terbenam di sudut Pulau Simardan
Malu
Setelah berpuluh tahun merantau, Simardan akhirnya kembali ke Tanjungbalai bersama isterinya. Kedatangannya ke Tanjungbalai, menurut Daem, untuk berdagang sekaligus mencari bahan-bahan kebutuhan. Kalau menurut Marpaung, Simardan datang ke Tanjungbalai dilandasi karena tidak memiliki keturunan. Jadi atas saran orang tua di Malaysia, pasangan suami isteri itu pergi ke Tanjungbalai. Lebih lanjut dikatakan Marpaung, berita kedatangan Simardan di Tanjungbalai disampaikan masyarakat kepada ibunya. Gembira anak semata wayangnya kembali ke tanah air, sang ibu lalu mempersiapkan berbagai hidangan, berupa makanan khas keyakinan mereka yang belum mengenal agama. “Hidangan yang disiapkan ibunya adalah makanan yang diharamkan dalam agama Islam,” tutur Marpaung.
Dengan sukacita, ibu Simardan kemudian berangkat menuju Tanjungbalai bersama beberapa kerabat dekatnya. Sesampainya di Tanjungbalai, ternyata sikap dan perlakuan Simardan tidak seperti yang dibayangkannya.
Simardan membantah bahwa orang tua tersebut adalah wanita yang telah melahirkannya. Hal itu dilakukan Simardan, jelas Marpaung, karena dia malu kepada isterinya ketika diketahui ibunya belum mengenal agama. “Makanan yang dibawa ibunya adalah bukti bahwa keyakinan mereka berbeda.”
Sementara menurut H. Daem, perlakuan kasar Simardan karena malu melihat ibunya yang miskin. “Karena miskin, ibunya memakai pakaian compang-comping. Akibatnya, Simardan tidak mengakui sebagai orangtuanya.”
Kera Putih dan Tali Kapal
Setelah diperlakukan kasar oleh Simardan, wanita tua itu lalu berdoa sembari memegang payudaranya. “Kalau dia adalah anakku, tunjukkanlah kebesaran-Mu,” begitulah kira-kira yang diucapkan ibu Simardan. Usai berdoa, turun angin kencang disertai ombak yang mengarah ke kapal layar, sehingga kapal tersebut hancur berantakan. Sedangkan tubuh Simardan, menurut cerita Marpaung dan Daem, tenggelam dan berubah menjadi sebuah pulau bernama Simardan.
Para pelayan dan isterinya berubah menjadi kera putih, kata Daem dan Marpaung. Hal ini disebabkan para pelayan dan isterinya tidak ada kaitan dengan sikap durhaka Simardan kepada ibunya. Mereka diberikan tempat hidup di hutan Pulau Simardan. “Sekitar empat puluh tahun lalu, masih ditemukan kera putih yang diduga jelmaan para pelayan dan isteri Simardan,” jelas Marpaung. Namun, akibat bertambahnya populasi manusia di Tanjungbalai khususnya di Pulau Simardan, kera putih itu tidak pernah terlihat lagi.
Di samping itu, sekitar tahun lima puluhan masyarakat menemukan tali kapal berukuran besar di daerah Jalan Utama Pulau Simardan. Penemuan terjadi, ketika masyarakat menggali perigi (sumur). Selain tali kapal ditemukan juga rantai dan jangkar, yang diduga berasal dari kapal Simardan, kata Marpaung.
“Benar tidaknya legenda Simardan, tergantung persepsi kita. Tapi dengan ditemukannya tali, rantai dan jangkar kapal membuktikan bahwa dulu Pulau Simardan adalah perairan.”
Di sebuah Dusun yang bernama Hau Napitu, Desa Buntu Maraja Kec.Bandar Pulau Kab.Asahan Propinsi Sumatera Utara, terdapat tugu yang menceritakan sekilas keberadaan Ibu dari Simardan, dan Tugu ini ,merupakan Tugu Peringatan dan Sekaligus tempat Ibu Simardan dikuburkan.Konon menurut orangtua di Desa ini bahwa Ibunda Simardan meninggal dunia dalam perjalanan menuju pulang ke Porsea setelah ia tidak di akui oleh Simardan sebagai Ibu Kandungnya.Dengan berjalan kaki puluhan kilometer dalam perjalan pulang inilah Ibunda Simardan tidak kuat lagi meneruskan perjalanan hingga ia meninggal di tengah perjalanannya.Atas inisiatif penduduk maka tempat di mana Ibunda Simardan meninggal, di bangunlah tugu di atas kuburannya kiranya peristiwa semacam itu menjadi peringatan bagi mereka yang suka memandang rendah orangtuanya dan selalu berbuat durhaka. Mari kita lihat tugu ini:

Tugu Simardan
Pada tugu ini tertera tulisan:
Sada tugu sejarah, ima inongni Simardan naturun sian porsea,manopoti ima Simardan di Tanjung Bale.Sahat ma i jabuni ni Simardan, i jou ma Simardan.Marbalosma Simardan dang inong songokko inokku.Anggo tung ima balosmu, mulak ma au tu Porsea.Sippulma hangoluanmu dison.
Kira-kira artinya:
Ini adalah sebuah tugu sejarah mengenai Ibundanya Simardan yang datang dari Porsea mendapatkan (akan mengunjungi) Simardan di Tanjung Balai.Tibalah ia di rumah Simardan dan dipanggillah Simardan.
Simardan membalas
” bukan Ibu macam kau ibuku”.
(lantas Ibunda Simardan berkata)
“Kalau itulah balasanmu, pulanglah aku ke Porsea, terikat lah hidupmu!!”
Finised
Story By : Mazly ;)

Jumat, 03 Oktober 2014

Legenda Batu Gantung

Batu Gantung









Pada jaman dahulu kala di sebuah desa kecil di tepi Danau Toba hiduplah sepasang suami – istri dengan seorang anak perempuannya yang cantik jelita bernama Seruni. Selain cantik, Seruni juga tergolong sebagai anak yang rajin karena selalu membantu kedua orang tuanya ketika mereka sedang bekerja di ladang yang hasilnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari - hari.


Suatu hari, Seruni harus bekerja di ladang seorang diri karena kedua orang tuanya sedang ada keperluan di desa tetangga. Ia hanya ditemani oleh anjing peliharaannya yang diberi nama Si Toki. Sesampainya di ladang Seruni hanya duduk termenung sambil memandangi indahnya alam Danau Toba. Sementara anjingnya, si Toki, ikut duduk di samping sambil menatap wajah majikannya yang tampak seperti sedang menghadapi suatu masalah. Sesekali sang anjing menggonggong untuk mengalihkan perhatian Seruni apabila ada sesuatu yang mencurigakan di sekitar ladang.


Sebenarnya, beberapa hari terakhir Seruni selalu tampak murung. Hal ini disebabkan karena sang Ayah akan menjodohkannya dengan seorang pemuda yang masih tergolong sepupunya sendiri. Padahal, ia telah menjalin hubungan asmara dengan seorang pemuda di desanya dan telah berjanji pula akan membina rumah tangga. Keadaan ini membuatnya menjadi bingung, tidak tahu harus berbuat apa, dan mulai berputus asa. Di satu sisi ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, namun di sisi lain ia juga tidak sanggup jika harus berpisah dengan pemuda pujaan hatinya.


Setelah merenung beberapa saat dan tanpa menghasilkan apa - apa, Seruni beranjak bangkit dari tempat ia duduk. Dengan berderai air mata ia berjalan perlahan ke arah Danau Toba. Rupanya ia sudah sangat berputus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan cara menceburkan diri ke Danau Toba. Sementara si Toki yang juga mengikuti majikannya menuju tepi danau hanya bisa menggonggong karena tidak tahu apa yang sedang berkecamuk di dalam benak Seruni.


Saat berjalan ke arah tebing di tepi Danau Toba, tiba-tiba ia terperosok ke dalam sebuah lubang batu besar hingga masuk ke dasarnya. Dan, karena berada di dasar lubang yang sangat gelap, membuat gadis cantik itu menjadi takut dan berteriak minta tolong kepada anjing kesayangannya. Namun karena Si Toki hanyalah seekor binatang, maka ia tidak dapat berbuat apa - apa kecuali terus - menerus menggonggong di sekitar mulut lubang.


Akhirnya gadis itu pun semakin putus asa dan berkata dalam hati, “Ah, lebih baik aku mati saja.”


Setelah berkata seperti itu, entah mengapa dinding - dinding lubang tersebut mulai merapat. “Parapat…! Parapat batu!” seru Seruni agar dinding batu semakin merapat dan menghimpit tubuhnya.


Melihat kejadian itu Si Toki langsung berlari ke rumah untuk meminta bantuan. Sesampainya di rumah Si Toki segera menghampiri orang tua Seruni yang kebetulan sudah berada di rumah. Sambil menggonggong, mencakar - cakar tanah dan mondar - mandir di sekitar majikannya, Si Toki berusaha memberitahukan bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.


Sadar akan apa yang sedang di isyaratkan oleh si anjing, orang tua Seruni segera beranjak menuju ladang. Keduanya berlari mengikuti Si Toki hingga sampai ke tepi lubang tempat anak gadis mereka terperosok. Ketika mendengar jeritan anaknya dari dalam lubang, sang Ibu segera membuat obor sebagai penerang karena hari telah senja. Sementara sang Ayah berlari kembali menuju desa untuk meminta bantuan para tetangga.


Tak berapa lama kemudian, sebagian besar tetangga telah berkumpul di rumah ayah Seruni untuk bersama - sama menuju ke lubang tempat Seruni terperosok. Mereka ada yang membawa tangga bambu, tambang, dan obor sebagai penerangan.


Sesampainya rombongan di ladang, sambil bercucuran air mata Ibu Seruni berkata pada suaminya, “Pak, lubangnya terlalu dalam dan tidak tembus cahaya. Saya hanya mendengar sayup-sayup suara anak kita yang berkata: parapat, parapat batu…”


Tanpa menjawab pertanyaan isterinya, Ayah Seruni segera melonggok ke dalam lubang dan berteriak, “Seruniii…! Serunii…!”


“Seruni…anakku! Kami akan menolongmu!” sang Ibu ikut berteriak.


Beberapa kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari Seruni. Hanya suara Seruni terdengar sayup - sayup yang menyuruh batu di sekelilingnya untuk merapat dan menghimpitnya.


Warga yang hadir di tempat itu juga berusaha untuk membantu dengan mengulurkan seutas tambang hingga ke dasar lubang, namun sama sekali tidak disentuh atau dipegang oleh Seruni.


Merasa khawatir, sang Ayah memutuskan untuk menyusul putrinya masuk ke dalam lubang, “Bu, pegang obor ini! Saya akan turun menjemput anak kita!”

“Jangan gegabah, Pak. Lubang ini sangat berbahaya!” cegah sang istri.


“Benar Pak, lubang ini sangat dalam dan gelap,” sahut salah seorang tetangganya.

Setelah ayah Seruni mengurungkan niatnya, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dan bumi pun berguncang dahsyat yang membuat lubang secara perlahan merapat dan tertutup dengan sendirinya. Seruni yang berada di dalam lubang akhirnya terhimpit dan tidak dapat diselamatkan.


Beberapa saat setelah gempa berhenti, di atas lubang yang telah tertutup itu muncullah sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang gadis yang seolah-olah menggantung pada dinding tebing di tepi Danau Toba. Orang-orang yang melihat kejadian itu mempercayai bahwa batu itu adalah penjelmaan dari Seruni dan kemudian menamainya sebagai “Batu Gantung”.

Dan, karena ucapan Seruni yang terakhir didengar oleh warga hanyalah “parapat, parapat, dan parapat”, maka daerah di sekitar Batu Gantung kemudian diberi nama Parapat. Kini Parapat telah menjelma menjadi salah satu kota tujuan wisata di Provinsi Sumatera Utara.


 Finised
Story By : Mazly ;)

Kamis, 02 Oktober 2014

Legenda Sangkuriang





Sangkuriang adalah legenda yang berasal dari Tanah Sunda. Legenda tersebut berkisah tentang terciptanya danau Bandung, Gunung Tangkuban Parahu, Gunung Burangrang, dan Gunung Bukit Tunggul. Dan berbagai cerita menarik yang patut disimak dari legenda tersebut adalah kisah cerita cinta antara anak dan ibunya.

Pada jaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di Jawa Barat bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu Ia berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana. Sangkuriang tidak tahu, bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya.

Pada suatu hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar hewan buruan. Maka anjing tersebut diusirnya ke dalam hutan. Ketika kembali ke istana, Sangkuriang menceritakan kejadian itu pada ibunya. Bukan main marahnya Dayang Sumbi begitu mendengar cerita itu. Tanpa sengaja ia memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi yang dipegangnya. Sangkuriang terluka. Ia sangat kecewa dan pergi mengembara.

Pada jaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di Jawa Barat bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu Ia berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana. Sangkuriang tidak tahu, bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya.

Pada suatu hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar hewan buruan. Maka anjing tersebut diusirnya ke dalam hutan. Ketika kembali ke istana, Sangkuriang menceritakan kejadian itu pada ibunya. Bukan main marahnya Dayang Sumbi begitu mendengar cerita itu. Tanpa sengaja ia memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi yang dipegangnya. Sangkuriang terluka. Ia sangat kecewa dan pergi mengembara.

Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya. Ia selalu berdoa dan sangat tekun bertapa. Pada suatu ketika, para dewa memberinya sebuah hadiah. Ia akan selamanya muda dan memiliki kecantikan abadi. Setelah bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang akhirnya berniat untuk kembali ke tanah airnya. Sesampainya disana, kerajaan itu sudah berubah total. Disana dijumpainya seorang gadis jelita, yang tak lain adalah Dayang Sumbi. Terpesona oleh kecantikan wanita tersebut maka, Sangkuriang melamarnya. Oleh karena pemuda itu sangat tampan, Dayang Sumbi pun sangat terpesona padanya.

Pada suatu hari Sangkuriang minta pamit untuk berburu. Ia minta tolong Dayang Sumbi untuk merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi ketika melihat bekas luka di kepala calon suaminya. Luka itu persis seperti luka anaknya yang telah pergi merantau. Setelah lama diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajah anaknya. Ia menjadi sangat ketakutan. Maka kemudian ia mencari daya upaya untuk menggagalkan proses peminangan itu. Ia mengajukan dua buah syarat. Pertama, ia meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum. Dan kedua, ia minta Sangkuriang untuk membuat sebuah sampan besar untuk menyeberang sungai itu. Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi sebelum fajar menyingsing.

Malam itu Sangkuriang melakukan tapa. Dengan kesaktiannya ia mengerahkan mahluk-mahluk gaib untuk membantu menyelesaikan pekerjaan itu. Dayang Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut. Begitu pekerjaan itu hampir selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk menggelar kain sutra merah di sebelah timur kota. Ketika menyaksikan warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira hari sudah menjelang pagi. Ia pun menghentikan pekerjaannya. Ia sangat marah oleh karena itu berarti ia tidak dapat memenuhi syarat yang diminta Dayang Sumbi.

Dengan kekuatannya, ia menjebol bendungan yang dibuatnya. Terjadilah banjir besar melanda seluruh kota. Ia pun kemudian menendang sampan besar yang dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh menjadi sebuah gunung yang bernama “Tangkuban Perahu.” mengajukan dua buah syarat. Pertama, ia meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum. Dan kedua, ia minta Sangkuriang untuk membuat sebuah sampan besar untuk menyeberang sungai itu. Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi sebelum fajar menyingsing.

Malam itu Sangkuriang melakukan tapa. Dengan kesaktiannya ia mengerahkan mahluk-mahluk gaib untuk membantu menyelesaikan pekerjaan itu. Dayang Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut. Begitu pekerjaan itu hampir selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk menggelar kain sutra merah di sebelah timur kota. Ketika menyaksikan warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira hari sudah menjelang pagi. Ia pun menghentikan pekerjaannya. Ia sangat marah oleh karena itu berarti ia tidak dapat memenuhi syarat yang diminta Dayang Sumbi.

Dengan kekuatannya, ia menjebol bendungan yang dibuatnya. Terjadilah banjir besar melanda seluruh kota. Ia pun kemudian menendang sampan besar yang dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh menjadi sebuah gunung yang bernama “Tangkuban Perahu.”
Finised 

Story By : Mazly ;)